CSGK Membawa Roh Manthous Tetap Abadi

03 June 2016

Berbicara campursari tentu tak akan jauh-jauh dari nama Manthous. Meskipun sang maestro sudah tiada, namun ajaibnya roh langgam jawa dan gendhingnya masih bisa dirasakan setiap mendengarkan irama campursari. Kenangan akan Manthous makin kental terasa saat mendengarkan grup campursari CSGK yang merupakan peninggalan mendiang.

Sosok seorang Manthous memang sangat lekat erat kaitanya dengan campursari, sebab dia lah yang mempopulerkan musik dari gabungan dari irama musik tradisional jawa dengan alunan nada alat musik modern. Dengan modifikasi dan komposisi yang tepat, irama campursari mampu langsung kondang tak hanya bagi warga Gunungkidul maupun masyarakat Jawa, akan tetapi juga hingga ke seluruh Indonesia.

Hal tersebut terasa saat CSGK tampil mendukung pemecahan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pagelaran campursari 90 jam non stop yang dimulai pada Sabtu (21/05) malam kemarin. Alunan nada dianggap tidak jauh berbeda dengan saat grup tersebut dipandegani oleh sang maestro.

"Serasa beliau (Manthous) masih hidup. Rasanya seperti dulu saat masih sering manggung. Saya pengemar beratnya," ujar Cokro (55) warga Wonosari, penonton pagelaran campursari, ketika ditemui Minggu (22/05/2016) dini hari.

Sementara itu, pentolan CSGK saat ini, Yuniarto yang juga merupakan adik kandung Alm. Manthous mengungkapkan, tidak ada yang berbeda dengan CSGK yang dulu. Instrumen dan alunan musik masih sama dan berpakem kepada patron-patron Mathous.

"Saat ini kita main aransemen yang lebih bervariasi. Namun untuk gaya masih sama seperti saat Manthous dulu," kata Yuniarto.

Untuk jumlah personil, lanjut Yuniarto, saat ini ada 13 pemain dan 10 penyanyi. Dia pun sangat menekankan regenerasi, banyak anak-anak muda yang ikut berperan didalamnya.

"Kita sangat mencintai budaya, jadi sebisa mungkin kita kenalkan hal tersebut kepada kaula muda agar ikut mencintai dan akhirnya akan menularkan kepada muda mudi lainnya. Ini yang jadi pesan Mas Manthous, supaya campursari bias tetap eksis," imbuh dia.

Lebih lanjut Yuniarto mengungkapkan, minimnya pentas campursari seperti yang saat ini terjadi, murni dikarenakan biaya yang tidak sedikit. Banyak yang akhirnya kemudian beralih ke pentas elektone sebagai alternatif lantaran lebih murah. Namun selama hal tersebut masih memegang teguh pakem campursari, campursari tidak akan hilang. 

Sebagaimana diketahui, CSGK merupakan grup campursari yang sudah melalangbuana. Tidak hanya di Jawa sebagai senternya, bahkan grup tersebut juga merambah menyeberang pulau untuk membawakan musik dengan langgam jawa tersebut.

"Kalau luar jawa yang paling sering itu ke Kalimantan dan Sumatra khususnya Lampung. Dari dulu juga sudah seperti ini," pungkas Yuniarto.

 

kelvian-adhi

http://www.sorotgunungkidul.com/berita-gunungkidul-16861-csgk-membawa-roh-manthous-tetap-abadi.html